Senin, 19 Januari 2015

PESANTREN SEBAGAI JARINGAN INTELEKTUAL

Alam yang hijau, indah serta asri tempat dibangunnya SMP Islam Cendekia Cianjur (SICC) Boarding School


Dalam konteks pesantren, Abdullah Syukri Zarkasyi menulis: ”hakikat pondok pesantren sebenarnya terletak pada isi/jiwanya, bukan pada kulitnya.Sedang pokok isi dari pondok pesantren adalah pendidikannya. Di dalam pendidikan itulah terjalin jiwa yang kuat, yang sama menentukan filsafat hidup para santri.” Dengan begitu, antara jiwa dan pendidikan yang telah terbina didalam pesantren tidak dapat dipisahkan. Dalam Islam, tradisi keilmuan adalah merupakan dasar yang cukup penting. Sementara dalam tradisi keislaman manusia diarahkan untuk mengenal diri. Konsep ini sebenarnya telah bertemu dalam ‘ilmu,‘alam, dan ‘amal. Gerak untuk mencari ‘ilmu adalah upaya memperkenalkan manusia pada ‘alam (cosmos)



Pembangunan asrama putri yang dikelilingi sawah nan hijau di SMP pesantren SICC Boarding School

Bapak Abdul Rochim, S.Hi dalam tulisannya di http://organization-ofgold.blogspot.com/2011/10/pesantren-sebagai-jaringan-intelektual.html, menyatakan:


Pesantren merupakan pusat transmisi intelktual Islam. Dalam hal ini telah dibuktikan oleh tranmisi yang dikembangkan oleh Maulana Malik Ibrahim yang kemudian melahirkan walisongo dalam jalur jaringan intelektual/ulama. Dari situlah kemudian Raden Rahmat (sunan ampel) mendirikan pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya tahun 1619 (Imran Arifin, 1993, Choirul Anam (ed), 1994). Selanjutnya, Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta, Surabaya. Pada tahap selanjutnya, berdiri beberapa pesantren di berbagai daerah, sperti Sunan Giri di Gersik, Sunan Bonang di Tuban, sunan Derajat di Paciran, Lamongan, dan Raden Fatah di Demak, Jawa Tengah (Sunyoto, 1989, Imron Arifin, 1993).
Dalam konteks inilah, pesantren tetap menjadi pusat tranmisi keilmuan/intelektual Islam kedua setelah masjid pada periode awal abad ke-16. Dalam pengamatan Pigeaud dan de Draf (1967, 1974), pesantren diandaikan sebagai sebuah komunitas independen yang tempatnya jauh, seperti di pelosok desa-desa, Proses terbentuknya pesantren melalui desa perdikan seperti ini terlihat dari kasus berdirinya pesantren Tegalsari (Guilot, 1985). Dari sinilah tranformasi keilmuan terhadap penanaman nilai-nilai ketaatan terhadap Tuhan, cara beribadah, cara bermoral dan beretika menurut ajaran Islam, mendalami kajian-kajian keagamaan berlangsung.

Asrama putra pada saat kunjungan orang tua ke sekolah islam terpadu SICC Boarding School


Inti dari jaringan intelektual Islam pesantren dibagi menjadi tiga priode besar. Pertama, priode awal pesantren yang dipelopori walisongo yang berlangsung pada abad ke-15 hingga abad ke-17. Tranmisi keilmuan Islam yang dikembangkan walisongo bermula dari dakwah Islam yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim pada abad ke-15 kepada murid-muridnya di jawa, model tranformasi keilmuan atau inetelktual pada saat itu adalah dengan cara halaqah atau pengajian rutin di pesantren. Pada giliranya, Walisongo lah yang pertama kali berhasil mentranmisikan keilmuan dan intelektual Islam di Nusantara melalui dua jalur; jalur kultural dan struktural. Jalur kultural dilakukan melalui dakwah Islam kepada masyarakat dengan menyelenggarakan pengajian di masjid-masjid dan mendirikan pesantren. Sedangkan jalur dilakukan dengan mengislamkan para penguasa atau ikut andil dalam mendirikan kekuasaan baru.


Pengembangan asrama putra di SMP Islam Cendekia Cianjur
Tranmisi kelimuan atau intelektual yang disebarkan oleh Walisongo terutama di Jawa Timur bersifat akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat setempat, yaitu berusaha mengadaptasikan Islam ke dalam tradisi lokal masyarakat setempat. Karakter inilah yang sampai sekarang masih menajdi corak keberagaman masyarakat Indonesi. Kedua, jaringan yang dibentuk oleh Abd Al-Rauf Al-Sinkili, Muhammad Yusuf Al-Makassari, dan Nur Al-Din Al-Raniri pada abad ke-17, mereka adalah tokoh penting yang menghubungkan jaringan intelektual ulama internasional dengan ulama regional. Mereka membantu menarik ulama muda yang berbakat, mereka tidak hanya mengenalkan Islam yang berorientasi syariat, tetapi juga menginisiasi merka ke dalam tarekat-tarekat. Corak jaringan yang di kembangkan pada abad itu membawa kecendrugan kearah ortodoksi, dengan menekankan aspek syariat dalam praktek tasyawuf. Ketiga, tranmisi keilmuan atau intelektual di teruskan oleh sejumlah intelaktual muda yang lebih beragam daerahnya pada abad ke-18, sejumah itelktual yang hidup pada abad ini terlibat kontak jaringan yang intend dan menjadi kawan dengan ulama-ulama Timur Tengah. Signifikasi jaringan intelektual pesantren yang di kembangkan oleh Walisongo dan ulama-ulama sesudahnya memiliki arti penting bagi perkembangan intelektual Islam di Nusantara. Hampir seluruh intelektual Islam pada masa pertumbuhan pesantren ini merupakan penulis-penulis yang produktif. Dari tangan mereka muncul ratusan karya, dari yang bersifat voluminious (berjilid-jilid) sampai risalah-risalah pendek.

SMP pesantren di alam nan asri dan indah, SICC Boarding School

0 komentar:

Posting Komentar